Di era Soeharto jumlah utang pemerintah di kisaran Rp 551,4 triliun dengan rasio 57,7% terhadap PDB. Sementara PDB pada saat itu berada di kisaran Rp 955,6 triliun. Peneliti dari Indef Bhima Yudhistira mengungkapkan, tidak ada satu pun menteri keuangan sejak era Soeharto hingga Jokowi yang tidak berutang. Yang membedakan utang dari zaman ke zaman adalah komponennya. Di era Soeharto, utang pemerintah didominasi oleh pinjaman bilateral maupun multilateral. Sedangkan sekarang, di era Presiden Jokowi didominasi oleh surat utang negara.
Bahkan pada 2010, komposisi utang pemerintah lebih banyak didominasi oleh pinjaman, di mana porsinya mencapai 63,7% dari total utang pemerintah dan Surat Berharga Negara (SBN) hanya 36,3%.
Utang pemerintahan telah ada sejak Presiden Soeharto. Selanjutnya, era Presiden BJ Habibie sekitar Rp 938,8 triliun atau bertambah Rp 387,4 triliun. Rasio utang pada saat itu melonjak menjadi 85,4% terhadap PDB. Sementara PDB pada saat itu berada di kisaran Rp 1.099 triliun.
Pada era Presiden KH Abdurrahman Wahid atau yang akrab disapa Gusdur kembali bertambah menjadi sekitar Rp 1.271 triliun atau ada penambahan Rp 332,2 triliun. Akan tetapi, era Gusdur terjadi penurunan rasio utang menjadi 77,2% terhadap PDB. Sementara PDB pada saat itu berada di kisaran Rp 1.491 triliun.
Calon presiden nomor urut 2 Prabowo Subianto kembali menyinggung perihal utang pemerintah terus menumpuk hingga memberi ungkapan tegas jangan lagi ada penyebutan Menteri Keuangan (Menkeu) tapi diganti Menteri Pencetak Utang. Pernyataan itu menuai banyak tanggapan. Bahkan, jejaring media sosial pun dibuat gaduh.
Baca Juga: Ahmad Dhani Langsung Dipenjara, Divonis 1,5 Tahun!
Dalam sejumlah unggahan yang menyematkan tanda pagar tersebut, tampak warganet juga menyematkan tautan berita sejumlah media online yang diberi cap bertuliskan prabowo hina kemenkeu. Bahkan, Prabowo menegaskan jangan lagi ada penyebutan Menteri Keuangan (Menkeu), melainkan diganti jadi Menteri Pencetak Utang. (Fan/Tyd)