Periode musim kemarau pada 2020 ini, kata dia, cenderung lebih basah ketimbang tahun 2018 dan 2018. Sedangkan pada kemarau 2018 dan 2019 cukup kering. Sehingga pada kemarau tahun ini relatif lebih banyak turun hujan ketimbang tahun-tahun sebelummnya. Hujan menurut Iid potensi terjadi pada siang atau sore hari. Sejumlah wilayah yang saat ini berpotensi turun hujan, di antaranya Bekasi, Bogor, Depok, Sukabumi utara, dan Bandung. Kerap turun hujan saat musim kemarau dipengaruhi beberapa faktor. Faktor pertama, karena dari suhu permukaan laut di sekitar Jabar selama PMK 2020 cenderung hangat. Hal serupa juga disampaikan LAPAN. Lewat akun Instagram, LAPAN menyebut terjadi peningkatan suhu permukaan laut di selatan Samudra Hindia dan Maluku yang mengakibatkan kemarau yang lebih basah. Kemudian kondisi kelembapan dalam beberapa hari ini cenderung lembap sehingga berpotensi pembentukan awan-awan hujan.
Namun demikian, kondisi tersebut tidak akan berlangsung lama dan akan kembali ke kondisi semula. Berselang hari ada kondisi kelembapan yang kering kembali, sehingga potensi pembentukan awan awan hujan berkurang. Sementara LAPAN menjelaskan terjadinya pertemuan massa udara lembab dan kering dipengaruhi oleh udara dingin Australia dengan udara lembab perairan Indonesia.
Baca Juga: Jerinx Langsung Ditahan Terancam Hukuman 6 Tahun Penjara
LAPAN menyebut dua faktor ini menyebabkan cuaca ekstrem terjadi di Indonesia. Cuaca ekstrem yang dimaksud adalah curah hujan dengan intensitas lebih dari 150 mm seperti dikutip dari situs BMKG. Sementara dilansir dari situs BPBD DKI Jakarta, selain curah hujan yang tinggi, kategori cuaca ekstrem lain adalah hujan es, badai, kekeringan, puting beliung, hingga badai pasir. (Fan/Tyd)